Kabarina.com – Gelombang desakan terhadap keterbukaan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) RSUD Bukit Kerman, Kabupaten Kerinci, kian menguat. Mahasiswa Jambi secara tegas menuntut pemerintah daerah dan pihak terkait untuk melakukan evaluasi total, peninjauan kembali, serta membuka secara penuh dokumen AMDAL kepada publik.
Mahasiswa Jambi, Agung Rudardo, menilai tertutupnya informasi AMDAL berpotensi melanggar hak dasar masyarakat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Ia menegaskan bahwa AMDAL bukan dokumen rahasia, melainkan informasi publik yang wajib diakses masyarakat, khususnya warga yang berada di sekitar lokasi rumah sakit.
“AMDAL itu bukan milik segelintir pejabat atau pihak tertentu. Itu hak publik. Masyarakat berhak tahu sejak awal bagaimana dampak lingkungan akan dikelola, bagaimana limbah medis ditangani, serta risiko apa yang akan ditanggung warga sekitar,” tegas Agung.
Menurutnya, sikap tertutup dalam membuka dokumen AMDAL justru memunculkan kecurigaan publik terhadap proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan RSUD Bukit Kerman. Ia menilai, tanpa transparansi, potensi pelanggaran lingkungan bisa terjadi dan luput dari pengawasan masyarakat.
Agung mengingatkan bahwa kewajiban keterbukaan informasi lingkungan hidup telah diatur secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Menurutnya, menutup akses dokumen AMDAL sama saja dengan mengabaikan amanat undang-undang.
“Pasal 65 ayat (2) UU 32/2009 secara tegas menjamin hak setiap orang untuk memperoleh informasi lingkungan hidup, berpartisipasi dalam pengelolaan lingkungan, serta mendapatkan keadilan. Jika AMDAL tidak dibuka, maka hak publik telah dirampas,” ujarnya.
Lebih lanjut, Agung menyoroti dugaan bahwa proses penyusunan dan sosialisasi AMDAL RSUD Bukit Kerman dilakukan secara tertutup dan elitis, tanpa melibatkan masyarakat terdampak secara penuh. Kondisi ini dinilai mencederai prinsip partisipatif yang seharusnya menjadi ruh dalam setiap proses perencanaan pembangunan.
“Kalau sosialisasi hanya formalitas atau dilakukan diam-diam, maka patut dipertanyakan legitimasi AMDAL tersebut. Pembangunan rumah sakit tidak boleh mengorbankan lingkungan dan keselamatan warga,” kata Agung.
Mahasiswa Jambi juga menekankan bahwa rumah sakit merupakan fasilitas dengan potensi dampak lingkungan yang tinggi, terutama terkait pengelolaan limbah medis, air limbah, emisi, serta dampak kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, pengawasan publik terhadap dokumen AMDAL menjadi sangat penting.
Agung mendesak agar pemerintah daerah Kabupaten Kerinci, instansi lingkungan hidup, serta manajemen RSUD Bukit Kerman segera membuka dokumen AMDAL secara transparan, melakukan evaluasi menyeluruh, dan melibatkan masyarakat serta akademisi independen dalam proses peninjauan ulang.
“Jika tuntutan ini diabaikan, mahasiswa Jambi tidak akan tinggal diam. Kami siap mengawal persoalan ini hingga ke tingkat yang lebih tinggi demi memastikan hak masyarakat dan kelestarian lingkungan tidak dikorbankan,” pungkasnya.
Mahasiswa Jambi menegaskan bahwa keterbukaan AMDAL bukan sekadar tuntutan administratif, melainkan bentuk tanggung jawab moral dan hukum negara dalam melindungi lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat di Kabupaten Kerinci. (*)











