Kabarina.com – Ratusan warga Desa Puding, Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi, mendatangi Markas Kepolisian Daerah (Polda) Jambi pada Senin (30/06/2025). Mereka menuntut pengusutan tuntas kasus dugaan mafia tanah yang diduga melibatkan Kepala Desa Pulau Mentaro (Pulmen).
Aksi ini dipicu oleh keresahan warga atas tindakan Kepala Desa Pulau Mentaro yang dituding merampas hak atas tanah milik masyarakat Desa Puding. Lahan tersebut telah lama dikelola warga dan telah memiliki dasar hukum berupa Sporadik yang diterbitkan pada 2012 atas nama warga Desa Puding.
“Kami minta aparat penegak hukum segera mengusut tuntas kasus ini, karena banyak lahan produktif dan sumber penghidupan warga yang hilang akibat ulah oknum,” tegas Koordinator Aksi, Njah Dodih.
Masalah bermula dari konflik batas wilayah antara Desa Puding dan Desa Pulau Mentaro, akibat ketidakjelasan peta administratif dalam Peraturan Bupati (Perbup) Muaro Jambi Nomor 16 Tahun 2018. Dalam dokumen tersebut, wilayah Verifikasi Teknis (Vertek) yang sejak lama dikelola oleh warga Desa Puding melalui Koperasi Bina Bersama, justru masuk ke dalam batas Desa Pulau Mentaro.
Kepala Desa Pulau Mentaro bahkan disebut telah menerbitkan sertifikat di atas lahan tersebut atas nama warga Pulau Mentaro, seperti Irda Mayasari dan Masril, tanpa adanya sosialisasi maupun konfirmasi kepada masyarakat Desa Puding.
Hal ini memicu konflik karena lahan tersebut merupakan bagian dari kemitraan masyarakat dengan PT Sawit Mas Plantation sejak 2012, dan telah dibuktikan melalui Sporadik serta pengelolaan aktif oleh warga Desa Puding.
Melalui pendampingan dari Perkumpulan Hijau, dilakukan pemetaan ulang guna mencocokkan kondisi di lapangan dengan peta dalam Perbup. Hasilnya, ditemukan ketidaksesuaian polygon peta administratif dengan realita penguasaan dan bukti dokumen kepemilikan warga Desa Puding.
“Lay out ulang kami dasarkan pada bukti historis, dokumen sah, dan penggunaan nyata oleh warga. Peta ini belum final dan tidak mencerminkan kondisi faktual,” ujar Njah Dodih, yang juga Staf Advokasi Perkumpulan Hijau.
Dalam aksi damai tersebut, warga Desa Puding menyampaikan sejumlah tuntutan:
• Usut Dugaan Pemalsuan Dokumen: Mendesak penindakan atas dugaan pemalsuan dokumen yang digunakan untuk menggugat tanah warga.
• Lindungi Hak Warga: Mendorong perlindungan terhadap hak-hak masyarakat Desa Puding yang telah mengelola lahan secara turun-temurun.
• Hentikan Pemeriksaan 7 Warga: Meminta penghentian proses hukum terhadap 7 warga Desa Puding pasca bentrok dengan warga Pulau Mentaro, mengingat telah terjadi perdamaian resmi dan ganti rugi sesuai Berita Acara yang ditandatangani oleh Pemkab Muaro Jambi.
• Tindaklanjuti Laporan Mafia Tanah: Mendesak Polda Jambi untuk segera menindaklanjuti laporan warga terkait dugaan mafia tanah.
• Tangkap Kepala Desa Pulau Mentaro: Menuntut agar Kepala Desa Pulau Mentaro diperiksa dan ditindak jika terbukti menjadi bagian dari praktik mafia tanah.
Warga menegaskan bahwa penyelidikan tidak boleh berhenti pada permukaan saja. Jika terbukti ada peran aparat desa dalam perampasan tanah rakyat, maka penegak hukum diminta bertindak tegas, bahkan dengan pasal pemberatan.
“Ini jadi ujian integritas bagi aparat dan pejabat publik. Jika dibiarkan, praktik serupa bisa menjalar ke desa-desa lain,” pungkas Njah Dodih.
Kini, warga Desa Puding menanti: Apakah hukum akan berpihak pada rakyat kecil atau justru tunduk pada kuasa perampok berseragam jabatan?
Tinggalkan Balasan