KABARINA.COM – Anggota Komisi XII DPR, Drs. H. Cek Endra mengatakan koperasi yang diberikan hak kelola pertambangan harus mendapatkan edukasi dan pengawasan lingkungan dari pemerintah agar bisa menerapkannya guna memitigasi kerusakan ekosistem.
“Legalitas saja tidak cukup. Edukasi dan pengawasan lingkungan harus jalan. Jangan sampai semangat menyejahterakan rakyat malah menghasilkan kerusakan ekosistem,” kata Cek Endra dalam pernyataan diterima di Jakarta, Kamis.
Anggota komisi DPR yang membidangi ESDM, investasi dan lingkungan hidup itu mengatakan pemerintah melalui Kementerian ESDM dan pemerintah daerah perlu membina secara teknis koperasi agar bisa menerapkan pengawasan lingkungan dalam operasional pertambangan.
Ia menilai legalisasi pertambangan rakyat berbasis koperasi, yang termaktub dalam UU Nomor 2 Tahun 2025 tentang perubahan dalam UU Nomor 4 Tahun 2009 terkait Pertambangan Mineral dan Batubara, menjadi bagian dari reformasi tata kelola sektor energi dan mineral sekaligus membuka akses ekonomi bagi masyarakat lokal.
Namun pengelolaan pertambangan harus diawasi dan diatur agar tidak merusak lingkungan.
“Pertambangan rakyat yang sah, berbasis koperasi, bisa menjadi penggerak ekonomi masyarakat. Tapi harus diatur dan didampingi agar tidak merusak lingkungan,” ujar Endra
Sebagaimana UU Nomor 2 Tahun 2025 tentang Minerba, WIUP Mineral logam diberikan kepada badan usaha, koperasi, perusahaan perseorangan, badan usaha kecil dan menengah, atau badan usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan dengan cara lelang atau dengan cara pemberian prioritas.
Ruang hukum bagi koperasi, UMKM, dan organisasi masyarakat untuk mengelola tambang diberikan melalui skema Izin Pertambangan Rakyat (IPR
Cek Endra mengatakan pentingnya peran pemerintah daerah, terutama gubernur, dalam mempercepat realisasi izin pertambangan rakyat (IPR) itu.
Ia menilai kepala daerah perlu proaktif dalam memberikan dukungan administratif, pendampingan, serta membuka ruang bagi koperasi rakyat yang sudah memenuhi syarat teknis.
“Gubernur adalah ujung tombak di daerah. Kalau pemerintah pusat sudah membuka ruang, kepala daerah harus ikut mempercepat proses perizinannya. Jangan birokrasi jadi penghambat,” kata dia.
Ia mencontohkan Pemerintah Provinsi Maluku, yang baru-baru ini menerbitkan IPR kepada 10 koperasi.
Sebagaimana dilaporkan, IPR kepada 10 koperasi itu terletak di area pertambangan Gunung Botak Pulau Buru.
Masing-masing koperasi mendapat lahan kelola seluas 10 hektare lahan tambang rakyat, dengan total luas 100 hektare.
Bila dijalankan optimal, kata Cek Endra, skema tambang oleh koperasi mampu membuka ribuan lapangan kerja, memperkuat ekonomi desa, dan meningkatkan penerimaan daerah.
Selain itu, kata dia, pendekatan berbasis koperasi dapat memperluas distribusi manfaat ekonomi dari sektor ekstraktif yang selama ini terkonsentrasi pada pemilik modal besar.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) itu ditandatangani Presiden RI Prabowo Subianto pada 19 Maret 2025. (Sumber: ANTARA)
Tinggalkan Balasan