Kabarina.com – Gelombang perlawanan terhadap korupsi kembali menggema dari bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah. Jumat, (20/06)
Sekelompok mahasiswa yang menamakan diri Aliansi Mahasiswa Jambi “Berjihad” menggelar aksi damai bertajuk “Aksi Jihad Jilid I” di depan kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi.
Aksi ini menyoroti dua perkara serius dugaan korupsi pembangunan Islamic Center dan perjalanan dinas fiktif (SPPD) di lingkungan Dinas PUPR Provinsi Jambi. Laporan resmi diserahkan langsung ke Kejati Jambi, disertai data temuan dari LHP BPK RI dan hasil investigasi lapangan oleh mahasiswa.
“Jika Kejati tidak serius menindaklanjuti, kami akan datang lagi dengan jumlah massa yang lebih besar,” ujar Adji Permana, koordinator aksi,lantang dari atas mobil komando.
BPK mencatat dugaan kerugian negara mencapai Rp 231 juta dari perjalanan dinas fiktif. Sementara proyek Islamic Center, meski menelan dana Rp 149 juta dari APBD, justru menyisakan berbagai persoalan: kelebihan bayar, pekerjaan tidak sesuai, serta keterlambatan penyelesaian.
Lebih dari itu, tim mahasiswa menemukan langsung kerusakan fisik bangunan seperti pagar jembatan copot, atap bocor, lantai keramik yang kopong, hingga pengerjaan tambahan yang dikerjakan di luar masa kontrak.
Koordinator lain, Panji Pranata, menyampaikan kritik keras kepada Gubernur Jambi, Al Haris, yang dinilai gagal menjaga integritas proyek-proyek pemerintah.
“Gubernur seharusnya bertanggung jawab. Pecat Kadis PUPR, minta maaf secara terbuka, dan bila perlu, mundur dari jabatan,” tegas Panji.
Adapun Tuntutan Mahasiswa “Berjihad” yakni : Kejati Jambi diminta mengusut tuntas dugaan korupsi Islamic Center dan SPPD fiktif, Aparat penegak hukum diminta menyelidiki seluruh proyek bermasalah di Provinsi Jambi, Gubernur harus mencopot Kepala Dinas PUPR, Gubernur wajib menyampaikan permintaan maaf kepada rakyat Jambi dan mundur, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak turun tangan langsung ke Jambi.
Lebih jauh, mahasiswa juga melempar sorotan terhadap potensi konflik kepentingan antara Gubernur dan Jaksa Agung, yang dikhawatirkan dapat mengganggu independensi proses hukum.
Aksi ini diyakini baru permulaan. Aliansi “Berjihad” menyatakan akan kembali dengan gelombang yang lebih besar jika tak ada langkah konkret dari aparat penegak hukum.